Peran Sentral APDESI dalam Membangun Indonesia dari Pinggir
Ketua APDESI yang juga Kepala Desa Sukamakmur H. Muhammad Ansori, SE diruang kerjanya. |
Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia memiliki peran strategis
untuk mendukung realisasi gagasan Presiden Joko Widodo, membangunan Indonesia
dari desa. Sebagai organisasi profesi yang beranggotakan kepala desa, Apdesi
Kabupaten Bogor mendampingi dan memfasilitasi, serta memberikan
pelatihan-pelatihan bagi seluruh anggota, untuk menunjang pembangunan di
desa-desa.
Ketua Asosiasi
Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Kabupaten Bogor, H. Muhammad
Ansori, SE, ketika ditemui Tim Liputan Pos Desa Nusantara di kediamannya, Desa Sukamakmur, Kecamatan
Sukamakmur, Bogor, Desember lalu, bertutur panjang lebar perihal desa,
pembangunan desa, sumber daya alam desa, potensi desa yang bisa dikembangkan,
dan berbagai permasalahan lain yang ada di desa.
Ketika mengawali
percakapan, Ansori yang juga Kepala Desa (Kades) Sukamakmur menceritakan,
Apdesi sebagai wadah para kades mesti berperan aktif dalam mendukung
pembangunan yang dilakukan anggota di desa masing-masing. Apdesi juga harus
mampu mengubah citra pedesaan yamg selama ini dianggap miskin, kumuh dan tidak
maju, menjadi kawasan indah tertata, dengan warganya yang hidup sejahtera.
Kepala Dessa Sukamakmur H. Muhammad Ansori, SE |
Tentu saja, ujarnya, tidak mudah untuk
mewujudkan hal itu. Namun, dengan kerja keras kades bersama masyarakat semua
bisa menjadi nyata. Apalagi, pemerintahan sekarang ini sangat konsen dengan
pembangunan desa. Salah satunya dengan memberikan bantuan dana desa, yang
jumlahnya terus meningkat.
Pada 2015, saat
pertama kali Program Bantuan Dana Desa diluncurkan, pemerintah mengucurkan dana
sebesar Rp 20 triliun, lantas terus meningkat, hingga sekarang menjadi Rp 60
triliun. Anggaran yang mayoritas diperuntukkan bagi pembangunan intrastruktur
desa itu, ungkap Ansori, harus benar-benar dapat dimanfaatkan sesuai tujuan.
“Disinilah, Apdesi berperan melakukan sosialisasi dan mendampingi anggota,
sehingga pemanfaatan dan penyerapan bantuan dana desa yang diterima bisa dilakukan
dengan benar dan bisa dipertanggungjawabkan,” ujarnya.
Untuk menunjang
kemampuan para kades dalam menyusun laporan pertanggungjawaban keuangan, ungkap
Kades Sukamakmur itu, Apdesi yang dipimpinnya telah mengadakan pelatihan
penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) bagi seluruh kades.
Pelatihan itu antara lain dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan
kepala desa dalam mengoperasikan teknologi digital
dalam menyususn laporan keuangan yang
transparan, cepat dan tepat, katanya beragumen.
Di era percepatan pembangunan desa yang
digalakkan pemerintah, tambah dia, kecepatan dalam menyusun laporan menjadi hal
penting dalam pengambilan keputusan bagi pimpinan di atasnya. “Atas dasar
itulah, kami berupaya meningkatkan kemampuan teknis kades untuk akrab dengan TIK,
khususnya dalam menyampaikan laporan kinerja,
laporan keuangan, dan perencanaan kerja dalam aplikasi berbasis online,”
ujarnya Ansori sembari menyayangkan jika server milik Dinas Pemberdayaan
Masyarakat dan Pemerintah Desa Kabupaten Bogor masih sangat terbatas, sehingga
belum mampu menampung 416 desa yang akan mengembangkan aplikasi online. Dari
ratusan desa tersebut, baru 30 persen desa yang sudah memiliki website aktif.
Ansori juga mengakui, selain mempermudah
dan memperlancar pekerjaan, desa yang telah menerapkan teknologi digital juga
akan memiliki waktu lebih panjang untuk melayani masyarakat. Apalagi, sekarang ini ada syarat bagi calon kepala
desa dan staf desa yang ditunjuk, selain minimal berpendidikan SMA, juga wajib
menguasai kemampuan IT, tidak sekedar mengoperasikan media sosial saja.
Berdaulat
dan Mandiri
Kades
Ansori masih terus berkisah terkait lembaga yang dinahkodainya. Antara lain ia
tuturkan, visi Apdesi adalah terwujudnya pemerintah desa yang
maju, sejahtera, adil, dan demokratis. Sedangkan misinya antara lain: memberdayakan
pemerintah desa, lembaga-lembaga desa
dan masyarakat perdesaan; mencerdaskan masyarakat perdesaan; menjalin
kemitraan dengan pemerintah dan lembaga-lembaga non pemerintah untuk
menciptakan masyarakat adil dan sejahtera, dalam rangka percepatan pemberdayaan
dan pembangunan desa; serta memperkuat posisi
dan eksistensi desa sebagai pondasi pemerintahan di Indonesia.
Lebih
lanjut dia katakan, Apdesi merupakan organisasi profesi yang berdaulat dan
mandiri. “Dalam setiap kegiatan yang membutuhkan dana, kami tidak pernah
meminta bantuan dari pemerintah maupun pihak lain, sehingga keberadaan Apdesi
Bogor tetap independen dan tidak terpengaruh oleh siapapun. Kami terus berusaha
agar Apdesi tetap menjadi pelopor dalam
mensukseskan pembangunan nasional, khususnya pembangunan desa.”
Memang, ujar Ansori,
bantuan dana desa sangat berpengaruh terhadap pembangunan di perdesaan,
terutama pembangunan infrastruktur dasar, seperti jalan, jembatan, dan
penyediaaan mandi cuci kakus (MCK). Infrastruktur itulah yang selama ini menjadi
kendala kemajuan desa.
Keberadaan jalan desa,
kata dia, menjadi urat nadi untuk menyalurkan hasil bumi ke luar desa. Sebaliknya,
juga untuk menyalurkan barang dan jasa bagi kebutuhan warga desa. Bila
kondisi jalan belum memadai, acapkali terjadi hasil panen para petani di desa-desa, seperti buah-buahan, sayuran, rempah-rempah dan palawija menjadi
tak berharga lantaran tak bisa dipasarkan keluar daerah.
Itulah sebabnya,
Apdesi akan mengambil peran yang sentral dalam rangka pembangunan dari pinggiran.
Bisa dibayangkan, saat musim hujan seperti sekarang ini, jalan desa yang belum
dibangun akan merubah “lautan” lumpur, sehingga tidak dapat dilewati. Padahal,
komoditas pertanian hasil kerja keras petani, seperti sayur, buah, dan barang
dagangan lain yang cepat busuk atau rusak butuh waktu yang cepat agar segra
dapat dijual pada konsumen.
Kendala jalan di
desa-desa, ungkap Ansori, juga sangat berpengaruh pada pengembangan sumber daya
manusia, infrastruktur yang buruk menghambat masyarakat desa menikmati
pendidikan yang lebih tinggi. Menginagt, lokasi SMP, SMA, dan perguruan tinggi
umumnya berada di kecamatan dan kota kabupaten. “Saya teringat, ketika sekolah
SMP, saya harus berjalan puluhan kilometer melalui jalan tanah untuk menju sekolah. Bila musim hujan jalan
berlumpur dan kami tidak bisa sekolah,” kenangnya mengingat masa lalu.”
Itulah sebabnya,
ketika dirinya berhasil terpilih menjadi Kepala Desa Sukamakmur, pada 2008
silam, Ansori langsung mengadakan pengerasan jalan desa, memprakarsai pendirian
lembaga pendidikan mulai dari PAUD, SD,
SMP, SMK, dan madrasah. Tidak hanya itu,
ia juga membangun pusat kesehatan masyarakat (puskesmas), rumah ibadah, kantor polisi,
dan pasar desa.
Keberhasilan itulah,
kiranya yang membuat warga Desa Sukamakmur untuk memilih dia kembali untuk
duduk sebagai kepala desa untuk kedua kalinya. Dan, bukan tidak mungkin,
keberhasil membangun desa yang ia lakukan, turut menghantarnya untuk didaulat
sebagai Ketua Apdesi Kabupaten Bogor.
Ia menambahkan,
pembangunan perdesaan, memang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan dan
kualitas hidup masyarakat desa. Melalui pembangunan desa mandiri dan berkelanjutan yang memiliki
ketahanan sosial, ekonomi, dan lingkungan. Seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang No. 6 Tahun
2014, Tentang Desa.
Mengayomi Anggota
Masih banyak lagi peran yang dipikul
Apdesi, baik bagi masyarakat desa maupun bagi kepala desa yang menjadi anggota.
Ia menceritakan, ketika program satu desa satu mobil atau program pengadaan
mobil siaga desa, tidak kunjung terrealisasi, padahal di desa-desa di kabupaten
lain sudah banyak yang dapat, maka dirinya berinisiatif mendesak Bupati Bogor yang
berwenang untuk melakukan pengadaan mobi siaga desa.
Usulan Apdesi,
terang Ansori, ternyata mendapat dukungan dari Ketua DPRD Kabupaten Bogor Ade
Ruhandi. Dan, akhirnya pada pertengahan 2016, seluruh desa se-Kabupaten Bogor
telah menerima mobil siaga desa.
Masih ada lagi,
peranan Apdesi bagi kepentingan anggota. “Masih pada tahun yang sama, kami
mengusulkan agar usia pencalonan kepala desa diundur dari usia 55 tahun menjadi
60 tahun. Dan, usulan itupun diterima.”
Saat ini Apdesi
juga akan memberikan bantuan hukum bagi anggota yang menghadapi kasus hukum.
Misal, ada kades yang melakukan kesalahan administrasi saat membuat laporan
pertangungan jawab penggunaan dana bantuan atau kesalah administrasi lainnya,
maka Apdesi akan memberikan bantuan hukum hingga kasus selesai di pengadilan,”
ungkap Ansori sambil menambahkan, Apdesi akan berupaya mengayomi seluruh
anggota yang telah menjalankan tugas dengan baik.
Namun, masih
kata dia, kepala desa yang terjerat kasus hukum karena penyelewengan dana
bantuan atau kasus pidana lain, Apdesi tidak melakukan pembelaan hukum. Ia
mengatakan, pada pertengahan tahun 2016 ada dua anggotanya yang ditangkap
aparat penegak hukum karena memotong dana bantuan rumah tidak layak huni (RTLH)
bagi masyarakat miskin. Terhadap kasus semacam ini, Apdesi tidak memberikan
bantuan hukum.
Bahkan, ujar
Ansori, dirinya mendukung kinerja kepolisian dan kejaksaan untuk menegakkan
hukum bagi kades yang melakukan tindak pidana.
“Kami percaya, kepolisian dan kejaksaan tidak mungkin sembarangan dalam melakukan
tindakan. Kasus kades yang menyunat dana bantuan bagi warga miskin, mesti menjadi
pelajaran bagi seluruh kades anggota Apdesi. Biar mereka semua lebih
berhati-hati dan jujur ketika menyalurkan bantuan buat warganya yang
membutuhkan,” ujarnya prihatin terhadap ksus yang pernah mendera anggotanya
itu.
Untuk menghindari
kesalahan serupa, ungkapnya, Apdesi mengajak seluruh kades se-Kabupaten Bogor,
ketika menerima dan menyalurkan bantuan yang diterima harus sesuai dengan
aturan yang dibuat pemerintah.
Sedangkan untuk menghindari
kesalahan administrasi yang mengkin dilakukan kades, Apdesi selalu mengadakan
bimbingan teknis (bimtek) bagi seluruh anggota, ketika ada program bantuan yang
diterima desa.
Melalui bimtek
yang dilakukan Apdesi, setiap kepala
desa dapat berbagi pengalaman, urun rembuk, dan saling memberikan saran,
bagaimana sebaiknya bantuan yang diterima dapat dilaksanakan di desa
,asong-masing dengan baik.
Dana Desa Untuk Padat Karya
Ada kabar yang
perlu dipahami oleh seluruh kepala desa. Presiden Joko Widodo menyampaikan
tahun 2018, pendistribusian dana desa akan memiliki pola baru. Yakni, sebagaian
dari alokasi dana tersebut akan difokuskan kepada sektor padat karya.
Presiden
menyampaikan, anggaran yang dialokasi pemerintah untuk program dana desa terus
meningkat. Ketika pertama kali diluncurkan tahun 2015, dana yang disalurkan Rp20
triliun. Tahun kedua dana yang dikucurkan naik menjadi Rp 47 triliun. Dan,
setahun kemudian meningkat lagi menjadi Rp 60 triliun.
"Bantuan
pertama hingga ketiga, memang kita arahkan untuk infrastruktur kecil-kecil yang
ada di desa. Tujuannya agar produk-produk di desa bisa dibawa ke kota dengan
cepat sehingga bisa menopang ekonomi di desa. Dengan adanya dana desa, kita
harapkan juga perputaran uang yang ada di bawah menjadi lebih banyak," ungkap
Presiden Jokowi
Namun, setekah pemerintah melakukan evaluasi terkait
pemanfaatan dana desa yang sudah diberikan sebanyak tiga kali itu, ditemukan
hasil, bahwa dana yang masuk ke desa itu belum sepenuhnya dapat dirasakan oleh
masyarakat di daerah.
Oleh sebab, kata
presiden, tahun 2018 dana desa akan difokuskan pada padat karya. Maksudnya, dana
desa di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Perhubungan,
dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), akan disiapkan skema-skema padat
karya sehingga rakyat bisa bekerja dengan dibayar harian atau maksimal
mingguan. “Dengan pola seperti itu, kita harapkan peredaran uang akan semakin
merata dan uang yang diberikan kepada rakyat semakin hari semakin banyak."
Sementara itu,
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo, menegaskan bahwa sistem
pengawasan program dana desa akan berada di bawah institusi kepolisian. "Pengawasan
dana desa akan dilakukan oleh kapolsek dengan Bhabinkamtibmas yang bisa
menggerakan dan mengorganisir masyarakat yang ada di desa."
Tjahjo
menegaskan kepala daerah tidak boleh intervensi terhadap pihak kepolisian dalam
mengawasi dana desa. Ia berharap melalui pengawasan dari Polri ini, pemanfaatan
dana desa akan optimal diterima oleh masyarakat.
Kapolri yang
akan memegang komando, ungkap Mendagri, supaya dana desa yang begitu besar,
yang bisa saja tahun anggaran depan ditingkatkan kembali. Bisa optimal
bermanfaat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.
Pernyataan
Mendagri itu disampaikan seusai penandatanganan Memorandum of Understanding
(MoU) tentang pencegahan, pengawasan dan penanganan permasalahan Dana Desa,
yang dilakukan antara Polri, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes
PDTT),
Penandatanganan
MoU tersebut dilakukan langsung oleh Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Mendagri Tjahjo Kumolo dan
Mendes PDTT Eko Putro Sandjojo di Ruang Puldasis Gedung Utama Mabes Polri, Jakarta.
Namun, nota
kesepahaman yang ditandangan oleh tiga institusi yang berbeda tersebut secara
tegas ditolak oleh Ketua Umum Apdesi Dr
H Sindawa Tarang. Ia beralasan, MoU itu akan memberi peluang mengintimidasi
para kepala desa.
Di sisi lain, ujarnya,
MoU itu merupakan instrumen dari kepentingan kelompok politik tertentu
menjelang Pilkada 2018 dan Pileg/Pilpres 2019. Oleh karena itu Apdesi menolak.
“Kami
berpendapat, bila Polri ikut campur mengawasi daba desa, itu akan
mengintimidasi para kepala desa. Sebentar-sebentar kepala desa disambangi
oknum-oknum polisi yang menyalahgunakan MoU itu, sehingga akan mengintimidasi
dan mengganggu kinerja pemerintah desa. Sekarang saja sudah banyak oknum dari
pihak kepolisian yang datang ke desa-desa meminta APBD desa, Rencana Kerja
Pemerintah Desa dan sebagainya,” jelas
Tarang sambil mengatakan adanya pengawasan dari polisi, justru nanti akan
banyak dana desa yang tak terserap, karena kepala desa takut. Akibatnya,
proyek infrastruktur untuk memajukan desa dan meningkatkan kesejahteraan rakyat
akan terhambat.(tim liputan pdn/b03)
Tidak ada komentar